Teori Belajar Behavioristik dalam Psikologi Pendidikan

Teori Belajar Behavioristik


Teori Behavioristik merupakan salah satu dari teori belajar yang asal katanya behaviour memiliki arti “tingkah laku”. Dengan kata lain manusia belajar dipengaruhi oleh kejadian – kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman – pengalaman belajar. Belajar sendiri memiliki pengertian sebagai proses tingkah laku yang terjadi karena adanya stimulasi dan respons yang dapat diamati. Seseorang telah dianggap belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori behavioristik ini manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh perubahan tingkah laku yang diharapkan.

Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviouristik terdapat beberapa kelebihan di antaranya :
1)      Guru dapat bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
2)        Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3)        Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
4)        Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Tokoh-tokoh Teori Belajar Behavioristik, antara lain:

a.        Ivan Pavlov










Pavlov mengemukakan sebuah teori belajar yang yang menggunakan media berupa neutral stimulus (rangsangan) agar mendapat respon yang sama seperti pada saat unresponse conditioning (respon yang didapat tanpa menggunakan media apapun atau terjadi secara alami). Dalam penelitiannya, Pavlov mencoba memberikan stimulus atau rangsangan pada sebuah pembelajaran baru dan mengamati responnya. Ia melakukan eksperimen terhadap anjing dengan memberikan dua stimulus yang bebeda dan mengamati respon yang terjadi. Stimulus pertama yang diberikan adalah daging. Walaupun tanpa latihan atau dikondisikan sebelumnya, anjing pasti akan mengeluarkan air liur jika dihadapkan dengan daging. Respon tersebut dinamakan sebagai respon yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning). Stimulus yang kedua berupa bel. Dalam hal ini bel tidak dapat serta merta memberikan respon yang disebut juga dengan stimulus netral (neutral stimulus).
Dari kedua eksperimen tersebut, menurut Pavlov jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging (stimulus yang tidak terkondisikan) dan dilakukan secara berulang – ulang, maka stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang terkondisikan dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan respons anjing seperti ketika ia melihat daging. Dengan melihat eksperimen tersebut dapat kita wujudkan dalam proses pembelajaran dangan memberikan stimulus yang dilakukan secara berulang untuk hal – hal yang baru agar mendapatkan respons yang sama seperti hal – hal yang telah diketahui sebelumnya. Teori belajar ini disebut dengan “Teori Belajar Kondisioning Klasik (clasical conditioning) yang berarti perilaku manusia telah diarahkan oleh sebuah rangsangan.
Beberapa penerapan prinsip kondisioning klasik dalam kelas:
1)      Memberikan suasana yang menyanangkan ketika memberikan tugas – tugas belajar.
2)      Membantu siswa mengatasi situasi – situasi yang mencemaskan atau menekan.
3)      Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi – situasi sehingga dapat menggeneralisasikannya secara tepat.

b.       Edward Lee Throndike
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika yang mengemukakan teori connectionism. Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Ia menyatakan bahwa perilaku belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di limgkungan sehingga menimbulkan respons secara refleks. Stimulus yang terjadi setelah sebuah perilaku terjadi akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Dia juga telah mengembangkan hukum law effect yang menyatakan bahwa jika sebuah tindakan yang memuaskan dalam lingkungan, maka kemungkinan tindakan itu akan diulang kembali akan semakin meningkat, begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, konsekuen – konsekuen dari perilaku seseorang akan memainkan peran penting bagi terjadinya perilaku – perilaku yang akan datang. Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah Trial and Error learning atau selecting and conecting learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi.
Thorndike dalam teori connectionism, menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera dan inplus untuk bertindak atau terjadinya hubungan antara stimulus dan respon disebut Bond, sehingga dikenal dengan teori S – R Bond. Didalam belajar terdapat dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum sekunder.
Hukum primer Thorndike terdiri dari :
1)    Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan
2)  Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat kuat bila sering dilakukan diklat dan pengulangan
3)      Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan
Hukum sekunder terdiri dari :
1)      Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang dilakukan dengan variasi uji coba dalam menghadapi situasi problematis, maka salah satunya akan berhasil juga.
2)      Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah menyesuaikan diri dengan situasi baru, asal situasi itu ada unsur bersamaan.
3)      Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi secara selektif terhadap kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu.











Dalam membuktikan teorinya thorndike melakukan percobaan terhadap seekor kucing yang lapar dan kucing itu ditaruh dalam kandang, yang mana kandang tersebut terdapat celah-celah yang kecil sehingga seekor kucing itu bisa melihat makakanan yang berada diluar kandang dan kandang itu bisa terbuka dengan sendiri apabila seekor kucing tadi menyentuh salah satu jeruji yang terdapat dalam kandang tersebut. mula-mula kucing tersebut mengitari kandang bebarapa kali sampai ia menemukan jeruji yang bisa membuka pintu kandang kucing ini melakuakn respon atu tindakan dengan cara coba-coba ia tidak maengetahui jalan keluar dari kandang tersebut, kucing tadi melakukan respon yang sebanyak-banyaknya sehingga menemukan tindakan yang cocok dalam situasi baru atau stimulus yang ada. Thrndike melakukan percobaan ini berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi yang sama pula. Memang pertama kali kucing tersebut, dalam menemuka jalan keluar membutuhkan waktu yang lama dan pastinya mengitari kandang dengan jumblah yang banyak pula, akan tetapi karena sifat dari setiap organisme itu selalu memegang tindakan yang cocok dalam menghadapi situasi atau stimulus yang ada, maka kucing tadi dalam menemukan jeruji yang menyebabkan kucing tadi bisa keluar dari kandang ia pegang tindakan ini sehingga kucing tadi dalam keluar untuk mendaptkan makanan tidak lagi perlu mengitari kandang karena tindakan ini dirasa tidak cocok, akan tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang menyebabkannya bisa keluar untuk makan.
Kelemahan-kelemahan dari teori Thorndike
1) Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.
2) Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau ulangan-ulangan yang terus menerus.
3) Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka penegertian tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsur yang pokok dalam belajar
4) Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

c.    Burrus Frederic Skinner
Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar. Teori Skinner tak jauh berbeda dengan yang di kemukakan oleh Throndike bahwa ada hubungam antara perilaku dan konsekuen – konsekuen yang mengikutinya. Misalnya, jika perilaku seseorang menghasilkan konsekuen yang menyenangkan, maka ia akan melakukan perilaku tersebut lebih sering lagi. Menggunakan  konsekuen yang menyenangkan atau tidak untuk mengubah perilaku sering disebut operant conditioning. Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar Behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor penguat  merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner. Menurut skinner, berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati, unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi penguatan (penguatan positif dan penguatan negatif). Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut skinner :
1)    Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2)   Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3)    Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar  ia terbebas dari hukuman.
4)    Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa yang disebut penguatan baik negatif maupun positif.

d.      Edwin Guthrie











Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie dan Horton (1946) secara cermat mengamati sekitar delapan ratus kali tidak melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh kucing yang kemudian observasi ini dilaporan dalam sebuah buk yang berjudul cats in a Puzzle Box. Kotak yang ereka pakai sama dengan yang dipakai Thorndike dalam melakukan eksperimennya. Guthrie dan Horton menggunakan banyak kucing sebaai subyek percobaan, akan tetapi mereka melihat kucing kelar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri dan berbeda-beda.
Dari percobaan diatas respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia keluar dari kotak. Karena respon ini cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka ia dinamakan stereotyped behavior (perilaku strereotip). 
Guhtrie dan Horton  mengamati bahwa seringkali hewan, setelah bebas dari kotak akan mengabaikan ikan yang diberikan kepadanya. Meskipun hewan itu mengabaikan obyek yang disebut penguatan tersebut, kucing dapat keluar dari kotak dengan lancar ketika diwaktu yang lain ia dimasukkan lagi ke dalam kotak. Observasi ini, menurut Guthrie memperkuat pendapatnya bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang mencegah terjadinya unlearning. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respons yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan karenanya mempertahankan respons di dalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya.
Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum conditioning. Hukum conditioning adalah gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa  hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

Referensi:
  1. https://www.rangkumanmakalah.com/teori-pembelajaran-menurut-edwin-ray-guthrie/
  2. https://www.kompasiana.com/akmaljoice/54f7b284a33311707a8b4ba8/teori-belajar-dan-eksperimen-ivan-petrovich-pavlov

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIMENSI-DIMENSI PERKEMBANGAN INDIVIDU

Psikologi Pendidikan Materi Bentuk Gejala Jiwa