Aliran Strukturalis dan Humanis dalam Psikologi
![]() |
Gambar: Wilhelm Wundt |
1.
ALIRAN
STRUKTURALIS
Pada tahun 1879,
seorang fisiolog jerman yang
bernama Wilhem Wundt menciptakan psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri. Menurut wundt untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan, kita
harus mempelajari isi dan struktur jiwa seseorang. Metode yang digunakan adalah
instropeksi atau elemen mawas diri.
Obyek
yang dipelajari dalam psikologi ini adalah tentang kesadaran yang mana
merupakan salah satu dari ketiga mental atau elemen-elemen kecil yakni jiwa dan
penginderaan (penangkapan terhadap rangsang yang datang dari luar dan dapat
dianalisa sampai elemen-elemen yang terkecil). Perasaan sesuatu yang dimiliki
dalam diri kita tidak terlalu dipengaruhi rangsangan dari luar. Dan untuk
pertama kalinya Wundt mengadakan eksperimen dalam psikologi dan dalam awal-
awal studinya, Wundt meneliti gejala sensasi dan khayal, sebab itulah aliran
strukturalisme muncul karena kerja keras Wilhem Wundt dan mendapat sebutan
“Bapak psikologi” karena telah mendirikan laboratorium psikologi pertama kali di Jerman.
Setelah
itu, bermunculanlah laboratorium-laboratorium psikologi di Eropa dan Amerika
salah satunya Edward Titchener (1867-1927) seorang mahasiswa sastra inggris dan
penerjemah ajaran Wundt yang pergi ke Amerika Serikat (1893) untuk membangun
laboratorium psikologi di Cornell (Nigel C. Benson, 2000:42)
Wundt
dan pengikut-pengikutnya disebut strukturalis karena mereka berpendapat bahwa
pengalaman yang mental itu sebenarnya adalah “struktur” yang terdiri atas
keadaan-keadaan mental yang sederhana. Mereka bekerja atas dasar premis bahwa
bidang psikologi itu terutama adalah menyelidiki “struktur” kesadaran dan
mengembangkan hukum-hukum pembentukannya.
Wundt
mengemukakan bahwa ada tiga hukum mental yaitu :
1. Resultan
psikis, setiap gejala psikis yang kompleks selalu mempunyai sifat-sifat dari
elemen-elemennya.
2. Hubungan
psikis, sebuah elemen kesadaran atau konten psikis akan mempunyai arti hanya
dalam hubungan dengan elemen-elemen atau konten-konten psikis.
3. Kontras
psikis, elemen-elemen kesadaran atau konten psikis yang paling bertentangan
justru saling memperkuat satu sama lain.
Ciri-ciri
psikologi strukturalisme Wundt adalah penekanannya pada analisis atas proses
kesadaran yang dipandang terdiri atas elemen-elemen dasar, serta usahannya
menemukan hukum-hukum yang membawahi hubungan antar elemen kesadaran tersebut.
Aliran ini disebut juga aliran elementalismekarena pandangannya terdiri atas
elemen-elemen dasar dan kesadaran juaga dianggap sebagai aspek yang utama dari
kehidupan mental.
Wundt
juga percaya bahwa jiwa yang terdiri dari elemen-elemen dan ada mekanisme
terpenting dalam jiwa yang menghubungkan elemen-elemen kejiawaan satu sama lain
sehingga membentuk suatu struktur kejiwaan yang utuh disebut asosiasi.
Lalu
Wundt mengemukakan bahwa adanya beberapa jenis asosiasi, yaitu :
1. Asosiasi
persepsi langsung yang terdiri dari
a. Fusi,
yaitu percampuran antara dua elemen kesadaran sehingga melebur jadi satu, tidak
ada lagi independensi.
b. Asimilasi,
yaitu dua elemen masih independen, sama kuat dan dihubungkansatu sama lain
karena ada persamaan-persamaan, atau adanya kontras yang menyolok.
c. Komplikasi.
Asimilasi antara indera-indera yang berbeda. Misalnya asimilasi antara sesuatu
yang didapat dari indera penglihatan dengan hal lain yang diperoleh dari indera
pendengaran.
2. Asosisasi
memori, yaitu asosiasi yang tidak segera, melainkan terjadi dalam ingatan,
antara elemen-elemen yang terlebih dahulu disimpan dalam ingatan.
Pendapat
dan pandangan psikologi Wundt yang strukturalis dan eksperimentalis tersebut
akibat terpengaruh aliran asosiasi dari inggris dan aliran materialisme dari
Helmhots yang dianggap sebagai guru Wundt.
Definisi aliran strukturalisme
Mengenai definisi aliran strukturalisme,
banyak pendapat para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai arti aliran
strukturalisme itu sendiri yakni sebagai berikut :
a. Strukturalisme
adalah pemikiran yang mencari struktur terdalam dari realitas yang tampak kacau
dan beragam di permukaan. (Menurut Gui do Carmo da Silva)
b. Strukturalisme
adalah pemikiran yang menekankan pentingnya struktur yang tersembunyi di dasar
kesadaran manusia tetapi menentukan. (Menurut Octavio Paz)
c. Strukturalisme
adalah pendekatan yang melihat berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai
sebuah struktur yang terdiri atas
unsur-unsur yang saling berkaitan dalam satu kesatuan. (Menurut Piaget)
Psikologi
strukturalis atau strukturalisme merupakan studi analitis tentang generalisasi
pikiran manusia dewasa melalu metode instropeksi. Dalam hal ini psikologi
dimaksudkan untuk mempelajari isi (konten) pikiran, sehingga sistem ini kadang
juga disebut dengan psikologi konten. Aliran Strukturalisme menganalisis
kesadaran ke dalam unsur-unsur atau pengamalan untuk menentukan strukturnya
berdasarkan hasil intropeksi yang bersifat mekanik. Wundt beserta pengikutnya
disebut strukturalis karena mereka berbendapat bahwa pengalaman-pengalaman
mental kompleks itu sebenarnya adalah struktur
yang terdiri dari keadaan mental yang sederhana.
Seperti
halnya persenyawaan kimiawi yang tersusun dari unsur-unsur kimiawi. Struktur
kesadaran yang memiliki unsur-unsur sekaligus dilengkapi dengan hukum-hukum
pembentukannya. Pendekatan mereka yang utama adalah dengan analisis
introspektif.
Konsep strukturalisme
Dalam
konsep dan sistem ini psikologi strukturalisme yang dibawa oleh Wundt dan
Titchener memiliki 3 tujuan :
a. Menggambarkan
komponen-komponen kesadaran sebagai elemen-elemen dasar,
b. Menggambarkan
kombinasi kesadaran sebagai elemen-elemen dasar tersebut,
c. Menjelaskan
hubungan elemen-elemen kesadaran dengan sistem saraf.
Tokoh – tokoh aliran strukturalisme
1. Wilhelm Wundt
Wilhelm Maximilian Wundt (/ vʊnt /; Jerman: [vʊnt]; 16 Agustus 1832 - 31 Agustus 1920) adalah seorang dokter, fisiologi, filsuf, dan profesor Jerman, yang sekarang dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri psikologi modern. Wundt, yang mencatat psikologi sebagai ilmu selain filsafat dan biologi, adalah orang pertama yang menyebut dirinya seorang psikolog. Dia secara luas dianggap sebagai "bapak psikologi eksperimental". Pada tahun 1879, Wundt mendirikan laboratorium formal pertama untuk penelitian psikologis di Universitas Leipzig. Ini menandai psikologi sebagai bidang studi independen. Dengan membuat laboratorium ini ia mampu menetapkan psikologi sebagai ilmu yang terpisah dari disiplin ilmu lain. Dia juga membentuk jurnal akademik pertama untuk penelitian psikologis, Philosophische Studien (dari 1881 hingga 1902), yang didirikan untuk menerbitkan penelitian Institut.
Sebuah survei yang diterbitkan di American Psychologist pada tahun 1991 menempatkan reputasi Wundt di tempat pertama tentang "keunggulan sepanjang masa" berdasarkan peringkat yang diberikan oleh 29 sejarawan psikologi Amerika. William James dan Sigmund Freud berada di peringkat kedua dan ketiga.
Dia mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengalaman langsung, dan dikhususkan untuk studi psikologi etnis di tahun-tahun berikutnya. Buku-buku besar termasuk "Psikologi Etnis" (1900-20).
2. Edward Bradford Titchener
Edward Bradford Titchener (11 Januari 1867 - 3 Agustus 1927) adalah seorang psikolog Inggris yang belajar di bawah Wilhelm Wundt selama beberapa tahun. Titchener terkenal karena menciptakan versinya psikologi yang menggambarkan struktur pikiran: strukturalisme. Ia menciptakan program doktoral terbesar di Amerika Serikat (pada saat itu) setelah menjadi profesor di Cornell University, dan mahasiswa pascasarjana pertamanya, Margaret Floy Washburn, menjadi wanita pertama yang mendapat gelar PhD dalam bidang psikologi (1894).
Seorang psikolog di Amerika Serikat. Lahir di Inggris, setelah lulus dari Universitas Oxford, belajar dari WM Bunt , Asisten Profesor tahun 1892 di Universitas Cornell di Amerika Serikat, dan Profesor pada tahun 1895. Ia mencoba untuk menetapkan psikologi sebagai ilmu independen dari filsafat dan mengembangkan psikologi konstitutif sebagai psikologi eksperimental . Sebagai unit komposisi kesadaran yang didirikan oleh introspeksi berdasarkan psikologi introspektif, saya memberikan citra pikiran selain perasaan dan emosi. Artikel utama "Experimental psychology" (1901 - 1905).
3. Herman Ebbinghaus
Hermann Ebbinghaus (24 Januari 1850 - 26 Februari 1909) adalah pendiri psikologi eksperimental memori. Di antara penemuan yang paling terkenal adalah kurva lupa , yang kurva belajar dan efek jarak. Ebbinghaus mempublikasikan hasil terobosan dalam monografi berjudul "Über das Gedächtnis" (1885), yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai "Memory: Sebuah Kontribusi Psikologi Eksperimental" (1913).
Hermann Ebbinghaus lahir pada 24 Januari 1850 di Barmen (sekarang bagian dari kota Wuppertal Jerman). Ayahnya, seorang Lutheran pedagang kaya mendorong dia dari anak usia dini untuk mengejar karir akademis. Pada usia 17 Ebbinghaus terdaftar di Universitas Bonn (Rheinische Friedrich-Wilhelms-Universität) untuk mempelajari sejarah dan filsafat. Pada tahun 1868 ia menjadi anggota Korps Guestphalia Bonn (sebuah perusahaan mahasiswa di negara-negara berbahasa Jerman). Studinya terputus pada tahun 1870 karena Perang Perancis-Prusia di mana ia terdaftar sebagai anggota tentara Prusia.
Setelah perang Ebbinghaus melanjutkan pendidikan di universitas-universitas di Halle dan Berlin. Dia akhirnya kembali ke Universitas Bonn untuk menyelesaikan disertasinya pada filosofi Eduard von Hartmann dari Bawah Sadar. Pada tahun 1873, pada usia dua puluh tiga, Ebbinghaus menerima gelar doktor dalam filsafat.
Hermann Ebbinghaus kemudian pindah ke Berlin di mana ia melakukan studi pasca-doktor independen selama beberapa tahun sebelum meninggalkan untuk perjalanan di Perancis dan Inggris selama tiga tahun. Titik penting dalam hidupnya adalah ketika ia ditemukan selama perjalanannya dalam buku London Gustav Fechner "Elements of Psychopysics" yang memacu minat dalam melakukan studi psikologi eksperimental, terutama pada memori.
Ebbinghaus mulai set pertama percobaan memori akhir tahun 1878, yang membawanya lebih dari setahun. Dia kemudian menjadi dosen swasta di Universitas Berlin pada tahun 1880 di mana ia melanjutkan studi memori. Pada tahun-tahun 1883-1884 Hermann Ebbinghaus diulang dan disempurnakan banyak percobaan aslinya 1878-1880. Pada tahun 1885 akhirnya dia menerbitkan karya mani dalam monografi "Über das Gedächtnis" (1885), yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul "Memory: Sebuah Kontribusi Psikologi Eksperimental" (1913).
Hermann Ebbinghaus adalah dosen yang energik, antusias, fasih dan cerdas yang menjadi profesor populer, sangat dihargai oleh dosen dan dicintai oleh siswa. Ia menjadi gembira tentang masalah-masalah baru yang muncul dan mendorong diskusi tersebut. Ebbinghaus secara luas dikenal dan reputasinya dibawa bahkan siswa Amerika selama perjalanan mereka melalui Eropa ke Berlin. Cornell University menawarkan posisi, Ebbinghaus namun lebih memilih untuk tetap di Eropa.
Pada tahun 1886 ia mendirikan laboratorium untuk psikologi eksperimental di Universitas Berlin.
Pada tahun 1890 ia mendirikan the "Zeitschrift Psikologi bulu und der Physiologie Sinnersorgane (Jurnal Psikologi dan Fisiologi Sense Organ)" dengan Arthur König. Minatnya dalam jurnal sebagian besar didorong oleh kemungkinan untuk menerbitkan karya yang berasal dari tempat lain selain Leipzig laboratorium Wundt. Jurnal ini sering dikreditkan dengan kemajuan internasional studi psikologis. Pada saat kematian Ebbinghaus pada tahun 1909 jurnal "... telah mungkin lebih lengkap mewakili kemajuan psikologi selama dua puluh tahun daripada jurnal lainnya ..." kali (Woodworth, 1909).
Dalam tahun-tahun berikutnya Ebbinghaus menjadi tertarik untuk mempelajari visi dan menerbitkan teori warna-visi pada tahun 1893.
Antara 1894 dan 1905 Hermann Ebbinghaus menjadi profesor di Universitas Breslau (sekarang Wroclaw, Polandia). Pada tahun 1894 ia mendirikan laboratorium lain psikologi eksperimental di Universitas Breslau. Dari 1905-1908 ia menjadi profesor di Universitas Halle.
Pada tahun 1909, Hermann Ebbinghaus meninggal karena pneumonia di Breslau.
Karya-karya Ebbinghaus adalah hasil dari kerja keras dan banyak eksperimen di laboratorium. Ebbinghaus, bagaimanapun, menghabiskan banyak waktu tidak hanya di laboratorium, tetapi mencari dana dan sumber-sumber keuangan untuk melanjutkan penelitian dan membayar murid-muridnya. Waktu dan usahanya itu dihabiskan dengan baik - hasil penghitungan risetnya hari ini sebagai kontribusi mendasar untuk bidang psikologi. Dan Ebbinghaus dianggap sebagai pelopor dalam penelitian memori.
- Ebbinghaus 'Kontribusi untuk Sains
- penemuan kurva lupa
- penemuan efek jarak
- penemuan kurva belajar
- Penemuan efek posisi seri
- Penemuan efek primacy
- Penemuan efek recency
- penemuan efek tabungan
- Penemuan efek overlearning
- Perbedaan antara memori sukarela dan tidak sukarela.
- Pengenalan cara modern penulisan artikel ilmiah
- Orang yang mempopulerkan percobaan dalam psikologi melengkapi kalimat sebagai tes kecerdasan untuk anak-anak sekolah penemuan ilusi Ebbinghaus (ilusi optik).
2.
ALIRAN
HUMANIS
Aliran
humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap
pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi,
aliran ini boleh dikatakanrelatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih
hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian
psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan
hal-hal yang bersifat positif tentang manusia.
Dalam
tulisan singkat ini akan dijelaskan mulai dari tokoh-tokoh penting dalam aliran
humanistik dan teorinya yang relevan dengan psikologi pendidikan, dan diakhiri
dengan aplikasi psikologi humanistik dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
proses pembelajaran.
Tokoh-tokoh Penting dalam Aliran
Humanistik dan Teorinya
1. Abraham Maslow
Abraham
H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi
humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap
upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan
atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan
kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan.
Maslow
berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan
jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan
estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut sekali
untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan
keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan
bencana. Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti
dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok,
dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang
berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan
prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri,
yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain. Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua
kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada
terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk
mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara
aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah kebutuhan
ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari
tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman. Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan
estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan,
kesimetrisan dan kelengkapan.
Maslow
membedakan antara empat kebutuhan yang pertama dengan tiga kebutuhan yang kemudian.
Keempat kebutuhan yang pertama disebutnya deficiency
need (kebutuhan yang timbul karena kekurangan), dan pemenuhan kebutuhan ini
pada umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan ketiga kebutuhan yang lain
dinamakan growth need (kebutuhan untuk
tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada manusia itu sendiri. Implikasi dari teori Maslow dalam dunia
pendidikan sangat penting. Dalam proses belajar-mengajar misalnya, guru
mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk
memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa
anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak
memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan
anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses
tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan
mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi
yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi /
keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
2. Carl R. Rogers
Carl
R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya
berpengaruh terhadap pikiran dan praktekpsikologi di semua bidang, baik klinis,
pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang
pendidikan, Rogers mengutarakan pendapat tentang
prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat
untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman,
belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan Adapun
penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut
adalah
sebagai berikut :
a.
Hasrat untuk belajar
Menurut
Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan
tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar
pendidikan humanistik. Di dalam kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan
dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya
dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.
b.
Belajar yang Berarti
Belajar
akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan kebutuhan
dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang
dipelajari mempunyai arti baginya.
c.
Belajar Tanpa Ancaman Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan
dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses
belajar akan berjalan lancer manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat
mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa
mendapat kecaman yang bisaanya menyinggung perasaan.
d.
Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar
akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan
melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya
sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid
untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to
learn how to learn ).
Tidaklah
perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak
lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan
masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif
sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar. Belajar
atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan
percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia
memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan pilihan
dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih bergantung pada dirinya sendiri dan
kurang bersandar pada penilaian pihak lain. Di samping atas inisiatif sendiri, belajar
juga harus melibatkan semua aspek pribadi, kognitif maupun afektif. Rogers dan
para ahli humanistik yang lain menamakan jenis belajar ini sebagai whole person learning yang berarti belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli
humanistik percaya, bahwa belajar
dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan memiliki (feeling of belonging )
pada diri murid. Dengan demikian, murid akan
merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa bergairah untuk terus belajar.
e.
Belajar dan Perubahan
Prinsip
terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling
bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar.
Menurut
Rogers, di waktu-waktu yang lampau murid belajarmengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan
yang statis. Waktu itu dunia lambat brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah
sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan
merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju
dan melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang untuk
hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating. Dengan
demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan
yang sedang berubah dan akan terus berubah.
3. Arthur Combs
Perasaan,
persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah yang
menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang lain,
seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan
merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain,
seseorang harus mengubah persepsinya.
Menurut
Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya kesediaan
seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya
sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru mengeluh murid-muridnya
tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak
berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut
lalu mengadakan aktivitas- aktivitas yang lain, barangkali murid-murid akan
berubah sikap dan reaksinya.
Sesungguhnya
para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu diperolehnya informasi
baru dan personalisasi informasi baru tersebut. Adalah keliru jika guru berpendapat
bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran disusun dengan rapi dan
disampaikan dengan baik, sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan
pelajaran itu; murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan
pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar
bukanlah bagaimana bahan pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu
murid memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut,
yakni apabila murid dapat mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan
kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati bahwa missinya telah berhasil.
Semakin
jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran
lingkaran (persepsi diri), semakin kurang pengaruhnya terhadap seseorang. Sebaliknya,
semakin dekat hal-haltersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar
pengaruhnya terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah mengapa banyak hal
yang dipelajari oleh murid segera dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya
dengan dirinya.
4. Aldous Huxley
Manusia
memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan disia-siakan.
Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam mengembangkan
potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam proses pendidikan
harus berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini melibatkan semua pihak,
seperti guru, murid maupun para pemerhati ataupun peneliti dan perencana
pendidikan.
Huxley
(Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal yang juga harus diajarkan
kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan berwujud pelajaran senam, sepak bola,
bernyanyi ataupun menari, melainkan hal-hal yang bersifat diluar materi pembelajaran,
dengan tujuan menumbuhkan kesadaran seseorang.Proses pendidikan non verbal seyogyanya
dimulai sejak usia dini sampai tingkat tinggi. Betapapun, agar seseorang bisa
mengetahui makna hidup dalam kehidupan yang nyata, mereka harus membekali
dirinya dengan suatu kebijakan hidup, kreativitas dan mewujudkannya dengan
langkah-langkah yang bijaksana. Dengan cara ini seseorang akan
mendapatkan kehidupan yang nikmat dan penuh arti. Berbekal pendidikan non
verbal, seseorang akan memiliki banyak strategi untuk lebih tenang dalam
menapaki hidup karena memiliki kemampuan untuk menghargai setiap pengalaman
hidupnya dengan lebih menarik. Akhirnya apabila setiap manusia memiliki
kemampuan ini, akan menjadi sumbangan yang berarti bagi kebudayaan dan moral
kemanusiaan
5. David Mills dan Stanley Scher
Ilmu
Pengetahuan Alam secara bertahun-tahun hanya dipelajari secara kognitif semata,
yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan teori-teori. Padahal,
bagaimanapun, praktek dari ilmu pengetahuan selalu melibatkan elemen-elemen
afektif yang meliputi adanya kebutuhan akan pengetahuan, penggunaan intuisi dan
imajinasi dalam usaha-usaha kreatif, pengalaman yang menantang, frustasi, dan
lain-lain. Berdasarkan fenomena tersebut, David Mills dan Stanley Scher (Roberts,
1975) mengajukan konsep pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang
mengikutsertakan afeksi atau perasaan murid dalam belajar.
Metode
afektif yang melibatkan perasaan telah bisaa diterapkan pada murid-murid untuk
pelajaran IPS, Bahasa dan Seni. Sebetulnya ahli yang memulai merintis usaha ini
adalah George Brown, namun kedua ahli ini kemudia mencoba melakukan riset yang
bertujuan menemukan aplikasi yang lebih real dalam usaha tersebut. Penggunaan
pendekatan terpadu ini dilakukan dalam pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan
bahkan otomotif.
Pendekatan
terpadu atau confluent approach merupakan sintesa dari Psikologi Humanistik
–khususnya Terapi Gestalt- dan pendidikan, yang melibatkan integrasi
elemen-elemen afektif dankognitif dalam proses belajar. Elemen kognitif
menunjuk pada berpikir, kemampuan verbal, logika, analisa, rasio dan cara-cara intelektual,
sedangkan elemen afektif menunjuk pada perasaan, cara- cara memahami yang
melibatkan gambaran visual-spasial, fantasi, persepsi keseluruhan, metaphor,
intuisi, dan lain-lain.
Tujuan
umum dari pendekatan ini adalah mengembangkan kesadaran murid-murid terhadap
dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, serta meningkatkan kemampuan untuk
menggunakan kesadaran ini dalam menghadapi lingkungan dengan berbagai cara, menerima
petunjuk-petunjuk internal dan menerima tanggung jawab bagi setiap pilihan
mereka. Fungsi guru dalam pendekatan terpadu adalah untuk
lebih membebaskan murid dari ketergantungan kepada guru, dengan tujuan akhir
mengembangkan responsibilitas murid untuk belajar sendiri. Guru hanya membantu
mereka dengan memberikan pilihan-pilihan yang masuk akal bagi pikiran mereka, dan
jika perlu guru bisa menolak memberikan bantuan untuk hal-hal yang bisa
ditangani oleh murid sendiri. Lebih jauh, David Mills dan Stanley Scher
memaparkan tujuan
pendidikan
terpadu ini secara detail sebagai berikut :
Penerapan
metode gabungan antara kognitif dan afektif ini menunjukkan hasil yang lebih efektif
dibanding pengajaran yang hanya menekankan aspek kognitif. Para siswa merasa
lebih cepat menangkap pelajaran dengan menggunakan fantasi, role playing dan game, misalnya mengajarkan teori Newton dengan murid berperan sebagai
astronot.
Referensi:
Antika, Syarah Siti. 2014. Hermann Ebbinghaus - pelopor penelitianmemori. http://sitisyarahantika.blogspot.com/2014/03/hermann-ebbinghaus-pelopor-penelitian.html
Mimir Eksiklopedia Bahasa Indonesia.Edward B. Titchener.https://mimirbook.com/id/aa2a182c46f
Mimir Eksiklopedia Bahasa Indonesia..Wilhelm Max Wundt.https://mimirbook.com/id/fc088c5c934
Fatimah, Farida. 2017. Aliran Strukturalisme Dalam Psikologi. http://farida-
Rachmahana, Ratna
Syifa’a. 2008. Psikologi Humanistik dan
Aplikasinya dalam Pendidikan. https://media.neliti.com/media/publications/59554-ID-psikologi-humanistik-dan-aplikasinya-dal.pdf
Komentar
Posting Komentar